PP No. 23 tahun 2018 | Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Diundangkan tanggal 8 Juni 2018
Mulai Berlaku tanggal 1 Juli 2018
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
Pada pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah menjelaskan yang dimaksud dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu.
(2) Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5 % (nol koma lima persen).
(3) Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;b. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;c. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat finai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
(4) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari;c. olahragawan;d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengeloia proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi;
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (l) merupakan:
a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
(2) Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4);
c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
- Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan
d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, waj ib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 4
Besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan jumlah peredaran bruto dalam I (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang. Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami-isteri yang:
a. menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis; atau
b. isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.
Pasal 5
(1) Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama:
a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; danc. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak:
a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 6
(1) Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasiian yang bersifat final.
(2) Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
(3) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1).
Pasal 7
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjatan telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan.
(2) Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (ll yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak - Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasai 77 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 8
(1) Pajak Penghasilan terutang dalam Pasal 6 ayat (3) dilunasi sebagaimana dimaksud dengan cara:
a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; ataub. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak.
(2) Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan setiap bulan.
(3) Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat iinal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 9
(1) Dalam hal Wajib Paj ak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur .Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bahwa Wajib Pajak bersangkutan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 10
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, bagi Wajib Pajak yang sejak awal Tahun Pajak 2018 sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, namun tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 1 % (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan;
- Untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% (nol koma lima persen) dari peredaran bruto setiap bulan; dan
- Untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh mulai Tahun Pajak 2019, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasa1 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018
Download Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
👇👇👇
- 15 Manfaat Daun Pegagan Bagi Kesehatan Tubuh Kita
- 27 Manfaat Daun Salam Bagi Kesehatan Tubuh Kita
- Manfaat Ketan Hitam Berdasarkan Hasil Penelitian
- 16 Manfaat Labu Kuning Bagi Kesehatan
- Banyak Manfaat dari Sayuran Mentimun
- Khasiat Buah dan Daun Sirsak