Analisis Ketersediaan Pangan Tahunan (Padi/Beras, Jagung, Umbi-Umbian)
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak, diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman.
Analisis Ketersediaan Pangan Tahunan berdasarkan Permentan Nomor 43/PERMENTAN/OT.140/7/2010 |
Analisis Ketersediaan Padi / Beras Tahunan
Produksi padi dikurangi dengan data Benih (s), Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Padi (Pnet), nilai konversi untuk benih, pakan, dan tercecer masing-masing adalah:
Perhitungan Susut Gabah:
- Benih (s)= P x 0,9%
- Pakan ternak (f)= P x 0,44%
- Tercecer (w)= P x 5,4%
Faktor konversi untuk benih, pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM) 2006/07.
Untuk mendapat produksi netto beras (Rnet), kalikan data netto padi dengan Faktor Konversi (c) di masing-masing kabupaten. Untuk seluruh kabupaten di suatu provinsi maka Faktor Konversi nasional adalah 0,632 (atau 63,2%). Maka, produksi netto beras dihitung sebagai berikut:
Rnet = c * Pnet
di mana:
Pnet = P – (s+f+w)
Analisis Ketersediaan Jagung Tahunan
Data produksi dikurangi dengan data Benih (s), Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Jagung (Mnet), nilai konversi untuk benih, pakan, dan tercecer masing-masing adalah:
Perhitungan Susut Jagung
- Benih (s)= M x 0,9%
- Pakan ternak (f)= M x 6%
- Tercecer (w)= M x 5%
Faktor konversi untuk benih, pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM).
Produksi Netto Jagung (Mnet) dihitung dengan cara sebagai berikut: Mnet = M - (s+f+w)
Analisis Ketersediaan Umbi-Umbian Tahunan
Produksi ubi kayu kurangi dengan data Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan Ubi Kayu (Cnet), nilai konversi untuk pakan, dan tercecer masing-masing adalah:
Perhitungan ubi kayu
- Pakan ternak (f)= C x 2%
- Tercecer (w)= C x 2,13%
Faktor konversi untuk pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Produksi Netto Ubi Kayu (Cnet) dihitung dengan cara sebagai berikut: Cnet = C - (f + w)
Ubi Jalar
Produksi ubi jalar Kurangi dengan data Pakan (f) dan Tercecer (w) untuk mendapatkan data netto ketersediaan ubi jalar (SPnet), nilai konversi untuk pakan, dan tercecer masing-masing adalah:
Perhitungan ubi jalar
- Pakan ternak (f)= SP x 2%
- Tercecer (w)= SP x 10%
Faktor konversi untuk pakan ternak dan tercecer diambil dari Neraca Bahan Makanan (NBM).
Produksi Netto Ubi Jalar (SPnet) dihitung dengan cara sebagai berikut: SPnet = SP - (f+w)
Untuk produksi bersih rata-rata ubi kayu dan ubi jalar (Tnet) agar setara dengan beras, maka harus dikalikan dengan 1/3 (1 kg beras atau jagung ekivalen dengan 3 kg ubi kayu dan ubi jalar dalam hal nilai kalori), dengan perhitungan sebagai berikut:
Tnet = 1/3 * (Cnet + SPnet)
Maka, Produksi Netto Pangan Serealia (Padi, Jagung dan umbi-umbian) atau Pfood:
Ptood = Rnet + Mnet + Tnet
Penghitungan Ketersediaan Pangan Serealia per Kapita per Hari
Gunakan data Total Populasi tengah tahun (tpop) kabupaten pada tahun yang sama dengan data produksi pangan serealia. Ketersediaan pangan serealia per kapita per hari (F) dihitung dengan cara sebagai berikut:
tpop * 365
Perhitungan produksi pangan tingkat kabupaten dilakukan dengan menggunakan data rata-rata produksi tiga tahunan (2005–2007) untuk komoditas padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar karena sumber energi utama dari asupan energi makanan berasal dari serealia dan umbi-umbian. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari tanaman serealia. Data rata-rata bersih dari komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar dihitung dengan menggunakan faktor konversi baku.
Konsumsi Normatif
Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto pangan serealia per kapita per hari adalah merupakan petunjuk kecukupan pangan pada satu wilayah.
Konsumsi Normatif (Cnorm) didefinisikan sebagai jumlah pangan serealia yang harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energi dari serealia. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari serealia.
Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah 2,000 Kkal, dan untuk mencapai 50% kebutuhan kalori dari serealia dan umbi-umbian (menurut angka Pola Pangan Harapan), maka seseorang harus mengkonsumsi kurang lebih 300 gr serealia per hari. Oleh sebab itu dalam analisis ini, kita memakai 300 gram sebagai nilai konsumsi normatif (konsumsi yang direkomendasikan).
Perlu dijelaskan bahwa dalam analisis ini dipilih penggunaan konsumsi normatif daripada penggunaan konsumsi aktual sehari-hari; karena konsumsi aktual (konsumsi sehari-hari) dipengaruhi oleh banyak hal di luar aspek ketersediaan pangan itu sendiri (misalnya: daya beli, pasar dan infrastruktur jalan, kemampuan penyerapan serealia, kebiasaan/budaya, dll).
Rasio Ketersediaan Pangan
Rasio Ketersediaan Pangan/Food consumption - availability ratio (IAV)
IAV = F / Cnormatif
Cnorm : Konsumsi Normatif (300 gram); dan
F : Ketersediaan Pangan Serealia.
Jika nilai ‘IAV’ lebih dari 1, maka daerah tersebut surplus pangan serealia, atau kebutuhan konsumsi normatif dapat dipenuhi dari produksi bersih serealia (beras dan jagung) serta umbi-umbian yang tersedia di daerah tersebut. Dan bila nilai ‘IAV’ kurang dari 1, maka ini menunjukkan kondisi defisit pangan serealia di daerah tersebut.
Untuk melihat lebih lengkap tentang Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/PERMENTAN/OT.140/7/2010 dapat dilihat melalui link berikut ini 👉 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/PERMENTAN/OT.140/7/2010 tentang Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi.